Allah SWT berfirman dalam QS. Yasin ayat 33:
"Suatu tanda (kekuasaan-Nya) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus lalu) Kami menghidupkannya dan mengeluarkan darinya biji-bijian, kemudian dari (biji-bijian) itu mereka makan." (QS. Yasin: 33)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa tanah yang semula mati dan tandus bisa dihidupkan kembali oleh-Nya, hingga menghasilkan biji-bijian yang menjadi sumber pangan bagi manusia.
Ini adalah tanda kebesaran Tuhan yang seharusnya membuat kita lebih sadar bahwa pertanian bukan sekadar usaha manusia, tetapi juga bukti kasih sayang dan kekuasaan-Nya.
Pondasi pertama dalam pertanian berkelanjutan adalah Ketuhanan, yaitu bertani dengan kesadaran bahwa setiap hasil yang diperoleh adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa.
Tanah yang subur, air yang mengalir, sinar matahari yang menyinari, hingga tumbuhan yang tumbuh—semuanya adalah bukti kasih sayang Tuhan kepada makhluk-Nya.
Oleh karena itu, bertani bukan sekadar usaha untuk mencari nafkah, tetapi juga bentuk ibadah dan rasa syukur kita terhadap alam yang telah dipercayakan kepada manusia.
Bersyukur dan Bertanggung Jawab
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 10:
"Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan, padanya kamu menggembalakan ternakmu." (QS. An-Nahl: 10)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa air hujan yang turun bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga berperan dalam menyuburkan tanah dan menyediakan makanan bagi hewan ternak.
Sebagai petani dan peternak, kita harus menyadari bahwa setiap tetes air yang turun dari langit adalah nikmat yang harus disyukuri dan dimanfaatkan dengan penuh tanggung jawab.
Ini bisa diwujudkan dalam berbagai cara, contohnya sebagai berikut:
- ✅ Menggunakan sumber daya secara bijak – Air, tanah, dan pupuk harus dimanfaatkan dengan seefisien mungkin agar tetap lestari dan bisa dinikmati oleh generasi mendatang.
- ✅ Tidak berlebihan dalam mengeksploitasi alam – Menjaga keseimbangan ekosistem dengan menerapkan pertanian yang ramah lingkungan, seperti menggunakan pupuk organik, mengurangi pestisida kimia, dan menerapkan sistem pertanian terpadu.
- ✅ Memperlakukan hewan ternak dengan baik – Jika kita beternak, maka sudah menjadi tanggung jawab kita untuk memberikan pakan yang sehat, memperlakukan mereka dengan kasih sayang, dan memastikan kesejahteraan mereka.
- ✅ Menghargai hasil panen – Tidak membuang atau menyia-nyiakan hasil pertanian, karena setiap butir padi yang dihasilkan adalah berkah yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Bertani dengan Hati, Bukan Sekadar Mencari Keuntungan
Bertani dengan hati mengingatkan kita bahwa tujuan utama bertani bukanlah sekadar mencari keuntungan materi semata, tetapi juga menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan kehidupan.
Banyak orang bertani dengan tujuan ekonomi semata, tanpa memperhatikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan.
Akibatnya, banyak lahan yang rusak, tanah menjadi tandus, air tercemar, dan ekosistem terganggu.
Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 41:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum: 41)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa kerusakan alam yang terjadi adalah akibat dari tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Dalam konteks pertanian, hal ini bisa berarti penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan, perusakan hutan untuk membuka lahan pertanian, atau pemborosan sumber daya alam.
Jika kita bertani hanya untuk keuntungan semata tanpa memperhatikan keberlanjutan dan dampaknya terhadap alam, maka kita hanya akan memperburuk kerusakan yang telah terjadi.
Bertani dengan hati berarti memperlakukan tanah dan tumbuhan sebagai makhluk hidup yang juga berhak mendapatkan perlakuan baik.
Ketika kita memperlakukan tanah dengan baik, tanah pun akan memberikan hasil yang baik kepada kita.